Anak Hiperaktif di Sekolah? Sinergi Guru & Orang Tua Adalah Jawabannya

Apakah Anda seorang guru yang memperhatikan ada siswa yang sulit sekali untuk duduk tenang? Atau Anda orang tua yang sering mendapat laporan bahwa si kecil tidak bisa fokus di kelas? Perilaku hiperaktif pada anak usia dini memang menjadi tantangan tersendiri, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Seringkali, penanganannya terasa parsial dan tidak konsisten.

Namun, sebuah studi kasus kualitatif terbaru di sebuah TK inklusif di Kutai Timur, Indonesia, memberikan pencerahan. Penelitian yang dilakukan selama empat bulan ini membuktikan bahwa kunci sukses mengelola perilaku anak hiperaktif terletak pada satu hal: kolaborasi sistematis antara guru dan orang tua.

Bukan sekadar pertemuan sesekali, kolaborasi ini adalah sebuah kerangka kerja terstruktur yang terbukti efektif. Mari kita bedah tiga pilar utama dari kolaborasi hebat ini.

Langkah 1: Kenali Perilaku Bersama (Bukan Menghakimi)

Langkah pertama dan paling fundamental adalah menyamakan persepsi. Ini dimulai dengan komunikasi dua arah yang terbuka dan terstruktur.

  • Dari Sekolah ke Rumah: Guru secara rutin membagikan observasi detail mengenai perilaku anak di kelas. Contohnya, dalam penelitian ini, seorang guru mengamati anak berinisial DN yang “tidak bisa duduk tenang selama kegiatan klasikal pagi seperti bernyanyi dan berdoa”.
  • Dari Rumah ke Sekolah: Orang tua memberikan informasi pelengkap tentang pola perilaku anak di rumah. Orang tua DN, misalnya, mengonfirmasi bahwa di rumah pun anaknya “memang sulit dikendalikan… ketika dipanggil harus berulang kali baru mendengarkan”.

Tujuan dari pertukaran informasi ini bukan untuk saling menyalahkan, melainkan untuk membangun sebuah profil perilaku anak yang komprehensif dan utuh.

Langkah 2: Pantau Perkembangan Bersama

Setelah perilaku teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah memantau perkembangannya secara partisipatif. Penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya melibatkan orang tua secara aktif dalam proses asesmen.

  • Pengembangan Instrumen Bersama: Guru mengajak orang tua untuk ikut merancang instrumen penilaian, memastikan kriteria evaluasi relevan dengan kondisi di sekolah dan di rumah.
  • Tanggung Jawab Bersama: Orang tua tidak hanya menjadi “penonton”, tetapi juga ikut mengisi instrumen berdasarkan pengamatan mereka di rumah dan terlibat aktif dalam memantau kemajuan anak.
  • Evaluasi Rutin: Hasil asesmen kemudian didiskusikan bersama dalam pertemuan rutin untuk menganalisis kemajuan, mengidentifikasi tantangan baru, dan menyelaraskan pemahaman.

Dengan cara ini, evaluasi menjadi lebih menyeluruh dan tidak hanya terbatas pada jam-jam observasi di sekolah.

Langkah 3: Terapkan Strategi yang Konsisten

Inilah puncaknya: intervensi yang terkoordinasi. Guru dan orang tua bersama-sama merancang rencana intervensi yang bisa diterapkan secara konsisten di kedua lingkungan.

Konsistensi adalah kunci. Jika di sekolah anak diajarkan teknik menenangkan diri tertentu, strategi yang sama juga perlu diperkuat di rumah. Keberhasilan pilar ini sangat bergantung pada:

  • Umpan Balik Berkelanjutan: Adanya saluran komunikasi yang rutin untuk saling memberi masukan, bertukar informasi, dan membahas efektivitas strategi yang sedang berjalan.
  • Pertemuan Evaluasi Berkala: Sesi refleksi bersama untuk menilai apakah strategi masih efektif atau perlu dimodifikasi berdasarkan pengalaman dan perkembangan anak.

Tantangan Itu Nyata, Tapi Bisa Diatasi

Studi ini juga mengakui bahwa kolaborasi ideal ini tidak selalu berjalan mulus. Beberapa tantangan yang muncul antara lain keterbatasan waktu dan keengganan awal dari sebagian orang tua untuk mengakui kebutuhan khusus anak mereka. Namun, dengan membangun kepercayaan dan menunjukkan manfaat nyata bagi anak, hambatan ini terbukti dapat diatasi.

Mengapa Ini Penting?

Membangun kemitraan yang kuat antara sekolah dan rumah lebih dari sekadar praktik pendidikan yang baik. Ini adalah intervensi dini yang krusial. Kolaborasi yang efektif dapat membentuk pola perilaku positif, mencegah eskalasi masalah di masa depan, dan pada akhirnya membantu anak-anak dengan perilaku hiperaktif untuk meraih hasil perkembangan yang lebih baik.

Bagi para guru, mulailah membuka pintu komunikasi. Bagi para orang tua, sambutlah undangan kolaborasi itu. Karena saat guru dan orang tua bersinergi, anaklah yang menjadi pemenangnya.

Tulisan ini di rangkum dariĀ  Jurnal : Teacher-Parent Collaboration in Managing Hyperactive Children’s Behaviors: A Case Study of Inclusive Early Childhood Education
sumberĀ 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *